Pages

Dompet Dhuafa Bantu Pengungsi Rohingya di Thailand

Tim Relawan "Indonesia Aid for Rohingya at Thailand" dari Dompet Dhuafa berhasil masuk ke wilayah pengungsi Thailand. Mereka menuju Propinsi Ranong, Thailand Selatan ( 8 jam dari Bangkok menggunakan jalur darat ) untuk menuju Camp Refugee Rohingya di dekat perbatasan Myanmar - Thailand (Ranong Camp). Relawan Dompet Dhuafa bertemu dengan pimpinan Jamaah Rohingya, Imam Nadzeer. Beliau bersama 38 keluarga pengungsi lainnya tinggal di Propinsi Ranong sudah cukup lama. Ketika kerusuhan Juni 2012 di Myanmar kemarin, sebagian pengungsi pindah menuju ke Patani, Thailand Selatan. Muslim Rohingya di Ranong hampir bernasib sama dengan Muslim Rohingya di Bangkok. Hanya saja pemerintah Propinsi Ranong mengeluarkan Id card khusus bagi pengungsi yang tinggal selama 5 tahun dengan membayar 5000 - 10.000 Bath. Id Card ini berfungsi sebagai identitas diri Ranong agar mendapat layanan pendidikan ( bagi anak ) dan kesehatan. Akan tetapi mereka tidak dapat keluar dari propinsi Ranong. mereka hanya boleh beraktiifitas di Ranong. Jika mereka kedapatan keluar dari Ranong maka akan dipenjara.
Untuk membantu meringankan beban para pengungsi karena mengalami kekurangan bahan makanan, tim relawan Dompet Dhuafa membagikan paket sembako kepada 38 KK dan 167 masyarakat.

Iskandar Darussalam dan dr.Farhan

Indonesia Aid for Rohingya at Thailand 
+66 820 352 387

Sunday, 12th 2012

Indonesia Gagas Pertemuan Regional Bahas Rohingya

JAKARTA – Sejumlah lembaga kemanusiaan di Indonesia seperti Dompet Dhuafa, PKPU dan Rumah Zakat akan menggelar pertemuan dengan lembaga-lembaga kemanusiaan se-Asia Tenggara guna membahas krisis yang melanda minoritas Rohingya. Forum dengan nama Southeast Asia Humanitarian Meeting on Rohingya Crisis ini akan digelar Jumat (10/8) mendatang di Hotel Sofyan Betawi Jakarta.
Presiden Komite, Tomy Hendrajati mengatakan ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari pertemuan ini. Pertama, adanya action plan dan road map tentang bantuan kemanusiaan bagi pengungsi Rohingya. “Kita harapkan dapat berbagi data- data dan kerjasama aksi yang lebih besar dan mendapat dukungan internasional,”ungkap Tomy.
Selain itu, pertemuan ini juga penting untuk menyelaraskan data terkait Rohingya mengingat pemerintah Burma masih sangat tertutup dengan apa yang terjadi di Negara Bagian Rakhine Myanmar Barat.
Upaya membuka akses bantuan kemanusiaan dari Pemerintah Myanmar dan Bangladesh menjadi tujuan ketiga pertemuan ini. Sebagaimana diketahui, Bangladesh adalah Negara tujuan terbesar pengungsi minoritas Rohinghya. Pemerintah Bangladesh khawatir dengan banyaknya misi kemanusiaan di Bangladesh akan memicu eksodus besar-besaran pengungsi Rohingya sehingga mengusir dan menutup akses bantuan kemanusiaan di negerinya.
“Kami mendorong pemerintah di tiap-tiap negara untuk terus melakukan upaya diplomatik kepada Pemerintah Myanmar agar minoritas Rohingya mendapatkan hak-haknya,” tukas Tomy lagi.
Terakhir, pertemuan ini akan merumuskan Deklarasi Jakarta yang isinya dukungan terhadap minoritas Rohingya agar mendapatkan hak- haknya dan mendapatkan bantuan kemanusiaan dari komunitas kemanusiaan internasional. “Kami meminta dukungan semua lembaga kemanusiaan dunia untuk turut membantu mengatasi krisis Rohingya ini,” pungkasnya.

Bantu Minoritas Muslim Rohingya


 
Rasa kemanusiaan kita kembali terusik. Tragedi pembantaian, pengusiran, pemerkosaan, perampasan, dan penangkapan yang dilakukan oleh tentara Myanmar kepada muslim Rohingya merupakan tragedi kemanusiaan yang tidak bisa ditolerir oleh hukum internasional dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Data dari UNHCR menyebutkan sedikitnya 80.000 orang terpaksa harus mengungsi meninggalkan kampung halaman.
  
Profil Rohingya

Rohingya adalah grup etnis yang kebanyakan beragama Islam di Negara Bagian Rakhine Utara di Myanmar Barat. Populasi Rohingya terkonsentrasi di dua kota utara Negara Bagian Rakhine (sebelumnya disebut Arakan). Menurut PBB terdapat sekitar 800.000 jiwa etnis Rohingya di Myanmar, dan menganggap mereka kalangan minoritas yang paling teraniaya di dunia. Berdasarkan laporan Amnesty Internasional, orang-orang Rohingya mengalami berbagai penindasan hak asasi manusia oleh Junta Militer Myanmar sejak 1978. Pihak Junta telah melakukan kekejaman berupa pembunuhan etnis Rohingya, bahkan hal ini dilakukan secara acak dalam rangka pemusnahan etnis Rohingya. Selain itu penyiksaan dan penahanan secara ilegal dilakukan setiap hari di Arakan, ratusan etnis Rohingya hilang dan tidak diketahui nasibnya tiap tahunnya.

Dompet Dhuafa sebagai Lembaga Kemanusiaan turut serta mengirimkan tim relawan untuk membantu para pengungsi yang kondisinya sangat memperihatinkan karena kekurangan obat-obatan, makanan dan tidak memiliki tempat berteduh. Tim relawan akan melakukan aksi kemanusiaan dalam bentuk distribusi logistik dan pelayanan kesehatan bagi korban yang ada di kamp pengungsian Bangladesh dan sekitarnya.

Dompet Dhuafa mengajak masyarakat Indonesia untuk bersimpati dan membantu tragedi kemanusiaan yang menimpa minoritas muslim Rohingya dengan  menyalurkan bantuannya melalui:

Bank Mandiri No. Rek. 103.005577.5577
a.n Yayasan Dompet Dhuafa Republika

Informasi lebih lanjut bisa menghubungi (021) 741 6050

Atau Ponsel di 0818 0526 1556 

Beginilah Nasib Pedih Muslim Rohingya

REPUBLIKA.CO.ID, Presiden Myanmar mengatakan kepada PBB, hanya ada dua solusi untuk sekitar suku Rohingya di negaranya: tinggal di kamp pengungsi atau dideportasi.

Presiden Thein Sein mengatakan, Myanmar akan mengirim kaum Rohingya pergi "jika ada negara ketiga yang mau menerima mereka." "Kami akan mengambil tanggung jawab atas suku-suku etnik kami, tapi tidak mungkin menerima orang-orang Rohingya yang masuk secara ilegal, yang bukan termasuk etnik Myanmar," katanya kepada Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi, Antonio Guterres.
Pada bulan Juni, bentrokan antara kaum Rohingya yang Muslim dan etnik Rakhine mengakibatkan paling tidak 80 orang tewas dan ribuan lainnya mengungsi.
Setelah puluhan tahun mengalami diskriminasi, kaum Rohingya kini tidak punya negara atau stateless. Myanmar pun membatasi gerak mereka dan  tidak memberi hak atas tanah, pendidikan dan layanan publik, demikian dikatakan PBB.
Suku Rohingya yang kehadirannya di Myanmar dan Bangladesh ditolak selama bertahun-tahun menyebabkan banyak diantara mereka yang bermigrasi ke Malaysia atau Thailand. Diperkirakan ada 300 ribu orang yang tinggal di dua negara tersebut.
Menurut badan urusan migrasi dan imigran PBB, UNHCR, sekitar satu juta orang Rohingya kini diperkirakan hidup di luar Myanmar, tapi belum ada negara ketiga yang bersedia menerima mereka.
Misalnya Bangladesh,  yang telah menolak perahu-perahu Rohingya yang tiba di perairannya sejak kerusuhan itu.
Meskipun aparat keamanan berhasil meredam kerusuhan, puluhan-ribu orang masih berada di kamp-kamp penampungan pemerintah. Program Pangan PBB melaporkan mereka telah menyediakan makanan untuk sekitar 100 ribu orang.
Etnis Rohingya dan Rakhine kerap saling menuduh soal siapa yang pertama kali melakukan serangan. Bentrokan menyusul insiden pemerkosaan dan pembunuhan seorang wanita pemeluk Budha setempat yang diduga dilakukan salah satu warga Rohingya.
Serangan pembalasan pun dilakukan oleh massa Rakhine, 10 orang Muslim tewas pada tanggal awal Juni lalu. Hingga saat ini keadaan darurat masih berlaku di beberapa daerah.

Dompet Dhuafa, PKPU dan Rumah Zakat Bersatu Bantu Rohingya

Jakarta, 31 Juli 2012

Tiga lembaga zakat terkemuka yakni Dompet Dhuafa, PKPU dan Rumah Zakat bergabung dalam aksi kemanusiaan Rohingya. Kerjasama ini diberi tajuk LOVE ROHINGYA. Tim gabungan ini akan melakukan kampanye bersama dan memberi bantuan dengan mengirimksn tim kemanusiaan ke perbatasan Myanmar melalui Bangladesh.

Kerjasama ini disambut baik oleh berbagai kalangan sebagai langkah maju. Sebaiknya lembaga kemanusiaan berhimpun dalam melaksanakan program kemanusiaan agar lebih efisien dan efektif. Saat ini bantauan dari donatur perorangan maupun perusahaan telah mengalir melalui ketiga lembaga tersebut. Sambutan masyarakat atas kerjasama tiga lembaga besar ini tentu saja ditanggapi positif oleh ketiga lembaga. Kamis,3 Agustus ini ketiga lembaga akan menggelarckonferensi pers utk menjelaskan kepada media langkah yang sudah maupun akan dilaksanakan di bagi membantu minoritas Muslim Rohingya yang saat ini sangat menderita.

PBB telah memberi catatan bahwa Rohingya adalah minoritas yang paling teraniaya dimuka bumi. Amnesty zinternational juga telah mengeluarkan pernyataan serupa. Saat ini lembaga-lembaga kemanusiaan dunia sedang mempersiapkan bantuan untuk pengungsi Rohingya. Selain telaman pilitik yang telamgah digalang utk menghentikan kekejian di Myanmar ini.

Map.

Peduli Etnis Rohingya, Rumah Zakat Kirim Tim ke Myanmar

JAKARTA, Jaringnews.com - Umat Islam di seluruh dunia terus menyerukan keprihatinan terhadap penderitaan yang dialami Muslim Rohingya di Myanmar. Rumah Zakat sebagai lembaga filantropi internasional yang berbasis pemberdayaan juga mengutuk keras tragedi kemanusiaan tersebut. Chief Executive Officer (CEO) Rumah Zakat Nur Efendi dalam siaran persnya yang diterima Jaringnews.com menegaskan bahwa penderitaan yang dialami oleh kaum Muslim Rohingya merupakan penderitaan seluruh umat Islam di seluruh dunia. Karena itu, ia menyerukan agar umat Islam menunjukkan kepeduliannya dengan membantu mereka. “Permasalahan Rohingya adalah masalah kita semua. Sebagai sesama muslim dan sesama umat manusia mereka adalah saudara kita. Permasalahan yang mereka alami adalah masalah kita juga. Karena itu kita harus membantu saudara-saudara kita kaum Muslim Rohingya,” tegas Nur Efendi di Jakarta, Selasa (31/7).

Untuk membantu Muslim Rohingya, rencananya Rumah Zakat bersama beberapa Lembaga Amil Zakat lainnya yang tergabung dalam Forum Love Rohingya akan mengirimkan tim ke Myanmar. “Doakan agar tim kami diberi kelancaran dalam menjalankan misi kemanusiaan ini,” tutur Efendi yang juga Ketua Forum Zakat Bidang Keanggotaan dan Jaringan.

Efendi menambahkan, penindasan yang dialami Muslim Rohingya sangat mengoyak rasa kemanusiaan umat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya. Di era demokrasi di mana hak-hak kaum minoritas seharusnya mendapatkan perlindungan, tapi di Myanmar justru sebaliknya Muslim Rohingya ditindas dan ada upaya sistematis untuk membersihkan etnis. “Kami mendesak agar PBB segera turun tangan dan menegakkan hukum internasional untuk mengatasi masalah kemanusiaan yang dialami Muslim Rohingya ini,” pungkas Efendi.

PKPU: Pengungsi Muslim Rohingya Butuh Bantuan

KBRN, Jakarta :  Muslim Rohingya membanjiri sejumlah negara-negara tetangga seperti Bangladesh, Thailand, Malaysia, dan Indonesia, untuk mengungsi.
Direktur  Pendayagunaan Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU) Tomy Hendrajati, mengatakan kondisi pengungsi Rohingya serba kekurangan baik kekurangan pakaian maupun air bersih.
“Kalau yang mengungsi di Indonesia sampai saat ini dalam kondisi seadanya dan masih perlu bantuan dari masayarakat kita,” kata Tomy Hendrajati, dalam dialog bersama Pro3 RRI, Selasa (31/7).
Kekerasan yang terjadi di Myanmar pada pertengahan Mei lalu, menyebabkan ratusan ribu Muslim Rohingya terusir dari kampung halamannya. Mereka mengungsi ke sejumlah negara dengan kondisi mengenaskan.  Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa, Minggu (29/7), sebanyak 800 ribu Muslim Rohingya kini terus mengalami tindak kekerasan, bahkan pembantaian.  
Kondisi pengungsi yang paling memprihatinkan  adalah di daerah Kutapalong, di perbatasan Myanmar dan Bangladesh. Mereka tinggal dilokasi pengungsian yang kotor dan kumuh. Diperkirakan ada 300 ribu orang yang mengungsi disana. Pihak PKPU sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dibidang sosial akan terus melakukan penggalangan dana dan mengirim tim ke Bangladesh.
“Pengungsi di Indonesia, kita menggalang dukungan ke masyarakat, tidak hanya kaum muslimin saja. Kita akan mencari tempat alternatif untuk pengungsi,” jelasnya.
“Sampai  saat ini, kami juga melakukan koordinasi dengan patner kita di Bangladesh. Kami berencana akan mengirim  tim“.
Nasib dari Muslim Rohingya  terkatung-katung pasalnya Pemerintah Myanmar sendiri tidak mengakui mereka sebagai warga negara Myanmar. Oleh pemerintah, Muslim Rohingya disebut sebagai warga illegal dari Bangladesh.
Sehingga tidak heran apabila Muslim Rohingya kerap diperlakukan secara diskriminatif. Alhasil dari stigma tersebut, Muslim Ronghinya tidak memiliki status kewarganegaraan yang berdampak kepada kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, pendidikan, akses kesehatan. (Sgd/WDA)

Pemerintah Cuek, Mer-C dan Dompet Dhuafa Bantu Muslim Rohingya



JAKARTA (VoA-Islam) – Nasib Muslim Rohingya di Myanmar dan tempat pengungsian semakin mengkhawatirkan. Atas kondisi itu, lembaga Zakat Dompet Dhuafa (DD) akan mencairkan sebanyak Rp 300 juta rupiah untuk membantu pengungsi Rohingya. Bantuan ini difokuskan sebagai pengadaan kebutuhan kesehatan dan nutrisi bagi para pengungsi yang tidak diterima di Bangladesh.
Direktur DD Arifin Purwakananta di sela-sela aksi peduli Rohingya di bundaran HI Kamis (26/07/2012) mendapatkan informasi yang memilukan, dimana mereka kekurangan obat-obatan, tidak punya makanan dan tidak memiliki tempat berteduh.
Saat ini, dua tim relawan dari Disaster Managemen Center (DMC) Dompet Dhuafa akan dikirimkan dengan menggunakan visa Bangladesh. Dari Bangladesh para relawan DD akan bergerak menuju Kutapalong dan mencari informasi untuk bisa menembus ke tempat pengungsi Rohingya yang terkatung-katung di perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh.
“Kita akan coba menembus Myanmar untuk bisa bertemu dengan pihak-pihak Muslim Myanmar  yang sekarang ini menjadi pengawal dari masyarakat Rohingya yang teraniaya,” tandasnya.
Sementara itu, Medical Emergency Rescue Committee (Mer- C) juga mengupayakan pengiriman bantuan untuk warga Muslim Myanmar di Arakan. Namun Mer-C mengakui adanya kesulitan yang dihadapi dalam memasuki wilayah di negeri yang sempat dipimpin junta militer itu.
Presidium Mer-C Dr. Joserizal, di Gedung Mer-C, Jakarta, Senin (2/7/2012), menjelaskan, jarak dari pusat kota Myanmar menuju Arakan sangat jauh. Mer-C lebih disarankan agar mengambil jalur laut untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan. Selain jalur laut, Mer-C mungkin akan mengambil jalur udara.
Bantu Manusia Perahu
Direktur DD Arifin Purwakananta menjelaskan, DD bukan hanya kali ini membantu pengungsi Rohingya. Pada dua Ramadhan lalu, DD mengaku juga sudah mengirimkan bantuan kurban untuk keperluan Idul Adha bagi pengungsi. DD melalui Aksi Cepat Tanggap (ACT) pernah memimpin Advance Team sebelum ACTion Team for Rohingya untuk  memberi bantuan kemanusiaan bagi para pengungsi Rohingya yang terdampar di Indonesia.
Seperti diberitakan media massa, pengungsi Muslim Rohingya yang ditampung di Tanjungpinang, Kepulauan Riau tersebut, memohon suaka politik ke Indonesia, mengingat hampir 20 tahunan hidup dalam teror dan penindasan. Sebanyak 55 warga Myanmar ditemukan terdampar di perairan Bluka Tubai, Krueng Geukuh, Aceh Utara, Rabu, 1 Februari lalu.
Imigrasi dan Pemda Aceh Utara kemudian mengevakuasi mereka ke tempat penampungan sementara di bekas Kantor Imigrasi di Peunteut, Blang Mangat, Lhokseumawe. Dua dari 55 warga Rohingya itu, M Nizam dan Kolimullah kabur dari lokasi tersebut pada Rabu 8 Februari dan Rabu ,15 Februari 2012.
Pada tanggal 22 Februari 2012, pihak Imigrasi dan Pemda Aceh Utara mengirimkan pengungsi tersebut ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pusat di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
Voa-Islam mencatat, pada tahun 1009, 198 pengungsi muslim Rohingya yang menjadi minoritas di negara asalnya, Myanmar sempat berminggu-minggu terapung di atas ganasnya laut, dalam perahu kayu tanpa mesin masuk ke perairan Indonesia. “Manusia Perahu” tersebut (demikian media mengistilahkan) ditemukan oleh nelayan di Pantai Aceh, dalam keadaan tanpa pangan dan air minum. Bahkan 22 orang diantaranya telah meninggal dunia ketika masih terapung akibat kelaparan dan dehidrasi. Sementara itu, ratusan “manusia perahu” Rohingya lainnya lagi juga telah lebih dahulu mengungsi dan berada di Pulau Sabang.

Saat ini, jutaan Muslim Rohingya telah menyebar ke berbagai negara untuk mencari kehidupan yang lebih baik, setelah mendapat tekanan yang serius dari pemerintah Junta Militer Myanmar. Diantara negara yang mereka datangi adalah Bangladesh dan Thailand. Mereka yang kemudian terdampar di Aceh dan Sabang ini adalah orang-orang Rohingya yang diusir dari negara yang disinggahi sebelumnya, Thailand dan Bangladesh.
Arifin Purwakanta meminta lembaga kemanusiaan di seluruh dunia untuk turun tangan. Mengingat lambatnya langkah PBB untuk menyikapi hal ini. “Ini bukan sekedar isu anti Islam, tapi yang paling penting kita sadar bahwa ini adalah masalah kemanusiaan,” ujarnya.
Selain mengecam kekejaman rezim militer Myanmar, Dompet Dhuafa juga akan melakukan kordinasi international dengan semua elemen lembaga kemanusiaan untuk segera terlibat membantu para pengungsi Rohingya. (Desastian/dbs)

Dompet Dhuafa: Penindasan terhadap Muslim Rohingya Tragedi Kemanusiaan

REPUBLIKA.CO.ID,  Nasib Muslim Rohingya semakin mengkhawatirkan. Direktur Dompet Dhuafa, Moh Arifin Purwakanta, mengatakan, penindasan yang dilakukan pemerintah Junta Militer Myanmar merupakan tragedi kemanusiaan yang sudah tidak bisa ditolelir lagi oleh hukum Internasional.

“Kasus penindasan terhadap minoritas  Muslim Rohingya adalah tragedi kemanusiaan terbesar abad ini. kami mengutuk kekejaman dan  pembasmian etnik yang telah terjadi di Myanmar, merka adalah minoritas yang dilindungi huku Internasional,” ungkap Arifin dalam aksi damai yang digalang Dompet Dhuafa di Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, Kamis (26/7).

Arifin menegaskan Dompet Dhuafa mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa atau lembaga-lembaga kemanusian dan HAM untuk segera mengambil tindakan konkret dan mengirimkan pasukan perdamaian ke Myanmar.

“Kami tidak mungkin bergerak dari sisi politik dan kami pun tidak bisa bergerak dari sisi militer. Tapi kami ingin mendekatkan melalui tindakan kemanusiaan  yang diharapkan dapat mendorong lembaga-lembaga kemanusiaan dunia dan di Indonesia untuk bergerak bekerja sama dalam menyelesaikan masalah Rohingya.”
Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: Mg07

Dompet Dhuafa Siapkan Bantuan untuk Pengungsi Rohingyah

Hidayatullah.com--Lembaga Zakat Dompet Dhuafa (DD) melalui Direkturnya Arifin Purwakananta menjelaskan bahwa akan mencairkan sebanyak Rp 300 juta rupiah untuk membantu pengungsi Rohingyah. Bantuan ini akan difokuskan sebagai pengadaan kebutuhan kesehatan dan nutrisi bagi para pengungsi yang tidak diterima di Bangladesh.
“Kami mendapatkan informasi yang getir bahwa mereka kekurangan obat-obatan, mereka tidak punya makanan dan mereka tidak punya tempat berteduh,” jelas Arifin kepada hidayatullah.com di sela-sela aksi peduli Rohingya di bundaran HI Kamis (26/07/2012).
Ditanya mengenai akses ke Rohingya yang masih sulit ditembus. Arifin menjelaskan bahwa DD bukan hanya kali ini untuk membantu pengungsi Rohingya. Pada dua Ramadhan lalu DD mengaku juga sudah mengirimkan bantuan kurban untuk keperluan Idul Adha bagi pengungsi.
Saat ini, dua tim relawan dari Disaster Managemen Center (DMC) Dompet Dhuafa akan dikirimkan dengan menggunakan visa Bangladesh.
Dari Bangladesh para relawan DD akan bergerak menuju Kutapalong dan mencari informasi untuk bisa menembus ke tempat pengungsi Rohingya yang terkatung-katung di perbatasan antara Myanmar  dan Bangladesh.
“Kita akan coba menembus Myanmar untuk bisa bertemu dengan pihak-pihak Muslim Myanmar  yang sekarang ini menjadi pengawal dari masyarakat Rohingyah yang teraniaya,” tambahnya lagi.
Arifin juga meminta lembaga kemanusiaan di seluruh dunia untuk turun tangan. Mengingat lambatnya langkah PBB untuk menyikapi hal ini.
Salah satu langkah tercepat untuk meringankan beban para pengungsi Rohingyah adalah dengan turun tangannya semua lembaga kemanusiaan untuk membantu Rohingyah.
“Ini bukan sekedar isu anti Islam, tapi yang paling penting kita sadar bahwa ini adalah masalah kemanusiaan,” ujarnya.
Selain mengecam kekejaman rezim militer Myanmar, Dompet Dhuafa juga akan melakukan kordinasi international dengan semua elemen lembaga kemanusiaan untuk segera terlibat membantu para pengungsi Rohingya.*
Rep: Thufail Al-Ghifari
Red: Cholis Akbar

Foto Foto Aksi Dompet Dhuafa untuk Solidaritas Rohingya oleh Merdeka.com


Alhamdulillah, Bantuan Untuk Muslim Rohingnya Siap Di Salurkan

Tragedi kemanusiaan Muslim Rohingya di Myanmar tidak bisa dibiarkan. Pada saat Pemerintah Indonesia cenderung pasif terhadap konflik yang memakan korban jiwa Muslim Rohingya, sejumlah organisasi masyarakat nasional sudah ancang-ancang mengirim bantuan ke Myanmar maupun ke kamp pengungsi di Bangladesh.
Dompet Dhuafa (DD) kini sedang membahas sejumlah skenario pengiriman bantuan kemanusiaan untuk Muslim Rohingya di Myanmar maupun yang mengungsi ke Bangladesh. Namun, kata General Manager Program Release DD Bambang Suherman, situasi di Myanmar justru terkesan menghalangi bantuan masuk. “Sampai hari ini (bantuan kemanusiaan) sedang dibahas karena situasi dan kondisi di Myanmar masih belum bisa masuk,“ kata Bambang saat dihubungi, Jumat (20/7). Padahal, persiapan tim secara umum sudah berjalan. Bantuan operasional tengah dikumpulkan bersamaan dengan menyusun personel tim kemanusiaan dan besaran donasi yang akan diberikan. DD juga sedang membangun jaringan bantuan kemanusiaan dengan sejumlah lembaga swadaya pemerintah lokal maupun internasional untuk memuluskan pengiriman bantuan. Bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan Muslim Rohingya ini harus segera dikirim, kata Bambang, karena sudah memasuki Ramadhan.
Nasib Muslim Rohingya, menurut Bambang, harus terungkap ke dunia internasional. Ia menyebut situasi di permukiman Rohingya saat ini tragedi kemanusiaan yang luar biasa. Bambang bahkan mendengar Pemerintah Myanmar punya skenario mengusir Muslim Rohingya ke luar negara tersebut.
Penindasan dan kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Myanmar sudah berlangsung sejak puluhan tahun. Etnis Rohingya memang berbeda fisik dengan etnis lainnya di Myanmar karena lebih mirip etnis Tamil dan beragama Islam.
Sedangkan mayoritas etnis Myanmar berfisik Mongoloid dan beragama Buddha. Muslim Rohingya sudah lama menjadi warga negara kelas dua karena segala macam akses politik, ekonomi, sosial budaya, dan religinya dibatasi, terutama sejak Junta Myanmar berkuasa.
Beberapa bulan terakhir eskalasi kekerasan terhadap Muslim Rohingya kembali meningkat di Kota Rakhine.
Sebanyak 300 rumah Muslim Rohingya dibakar warga Rakhine, bahkan disertai dengan pembunuhan. Tercatat korban tewas di kedua pihak mencapai 21 orang dalam enam bulan terakhir. Warga Rakhine berdalih Muslim Rohingya juga menjadi pelaku pemerkosaan sehingga mereka membalas dendam.
Persiapan bantuan juga dilakukan Medical Emergency Rescue Committee atau MerC. Presidium MER-C Joserizal Jurnalis mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan satu tim bantuan kemanusiaan menuju lokasi permukiman Muslim Rohingya. Lokasi tersebut ada di ujung barat laut Myanmar, berbatasan dengan Bangladesh. Namun, kendalanya sama dengan yang dihadapi DD, yaitu akses ditutup.
“Akses menuju ke permukiman Muslim Rohingya sengaja dihalang-halangi. Sepertinya masyarakat di sana (Myanmar) bekerja sama dengan pemerintah militer Myanmar,“ kata Joserizal, kemarin.
Sebenarnya, kata Jose, pernah ada bantuan kemanusiaan yang dibawa Jamaah Tabligh ke Rakhine, kota tempat Muslim Rohingya berdiam. Namun, bantuan itu dicegat oleh masyarakat desa di dekat permukiman Rohingya. Selain melalui jalur darat di Myanmar, akses mengirim bantuan ke Muslim Rohingya sebenarnya bisa melalui jalur laut. Namun melalui laut, kata Jose, Mer-C membutuhkan kapal untuk menuju lokasi dari Bangladesh. Di Bangladesh pun bantuan kemanusiaan tak berjalan lancar. Karena Pemerintah Bangladesh sudah menegaskan tidak akan menerima pengungsi Muslim Rohingya lagi.
Karena itu, Mer-C akan melakukan tekanan politik terlebih dahulu dengan melibatkan organisasi-organisasi Islam internasional agar bisa menekan Pemerintah Myanmar. “Kita jangan menitipkan bantuan ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), ASEAN, atau kepada Pemerintah Myanmar. Kita harus serahkan langsung kepada Muslim Rohingya,“ kata Joserizal.
Dibiarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku geram terhadap dunia internasional yang belum juga menunjukkan sikap tegas terhadap kekerasan dan diskriminasi yang dialami Muslim Rohingya. MUI berencana menggalang dukungan organisasiorganisasi Islam internasional untuk menekan Pemerintah Myanmar menyelamatkan Muslim Rohingya.
“MUI berharap kepada ASEAN dan PBB untuk menekan Myanmar untuk menyelesaikan masalah Muslim Rohingya. Sampai saat ini belum ada tindakan itu,“ kata Ketua Bidang Hubungan Internasional MUI KH Muhyidin Junaedi.
Muhyidin menambahkan, MUI telah berbicara dengan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri agar Indonesia dapat mendesak Pemerintah Myanmar melalui Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). MUI juga sudah turut aktif di Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk menyelesaikan masalah Muslim Rohingya.
OKI memang sudah memprotes keras Pemerintah Myanmar, tetapi dari ASEAN maupun PBB belum ada tindakan konkret menyelesaikan duka Muslim Rohingya. Ia bahkan melihat adanya standar ganda terhadap korban kekerasan dan diskriminasi dari kelompok Muslim.
“Saya melihat malah ada kesan pembiaran jika korbannya itu dari umat Islam. Saya juga mengimbau kepada LSM-LSM internasional yang peduli dengan Muslim Rohingya agar juga dapat berbicara tegas kepada Pemerintah Myanmar.“            (bilal ramadhan/c40 ed: stevy maradona)

Indonesia Harus Galang Solidaritas ASEAN Untuk Damaikan Myanmar

HMINEWS.Com – Dompet Dhuafa menggelar aksi Love Rohingnya di Bundara Hotel Indonesia, Jakarta. Dalam aksi tersebut mereka membawa spanduk bertuliskan ‘Love Rohingnya.’
Menurut Direktur Dompet Dhuafa, Mohammad Arifin Purwakananta, aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas dan keprihatinan atas nasib ratusan ribu warga Muslim Rohingya, Myanmar yang dibantai dan diusir dari negara mereka, tanpa perlindungan.
Untuk membantu etnis Muslim Rohingya, Dompet Dhuafa menyerukan agar dunia bersimpati dan membantu mengatasi konflik yang terus berlangsung.
“Pemerintah Indonesia juga harus aktif menggalang solidaritas dunia untuk menciptakan perdamaian di Myanmar Barat ini dan mendesak ASEAN untuk aktif dalam persoalan Rohingnya,” kata Arifin.
Sebagai wujud nyata kepedulian tersebut, Dompet Dhuafa pun telah menyiapkan tim untuk membantu para pengungsi di sejumlah negara. []

Presiden: Muslim Harus Diusir dari Myanmar

REPUBLIKA.CO.ID, YANGOON - Presiden Myanmar Thein Sein mengatakan, Muslim Rohingya harus diusir dari Myanmar. Ia juga mengatakan, sebaiknya Muslim Rohingya dikirim ke kamp pengungsi yang dikelola PBB.

Mantan Jenderal Junta tersebut mengatakan pada Kamis (12/7) kemarin, bahwa satu-satunya solusi untuk mengatasi konflik Muslim dan Buddha di Myanmar adalah dengan mengirim Muslim Rohingya ke luar Myanmar. Ia meminta Muslim Rohingya dikirim ke kamp pengungsi yang dikelola United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).

"Kami akan mengusir mereka jika ada negara ketiga yang mau menerima mereka. Ini adalah solusi terbaik untuk masalah ini," ujar Sein.

Badan pengungsi PBB merasa dilecehkan dengan ide tersebut. PBB mengatakan, puluhan tahun diskriminasi telah membuat Muslim Rohingya tidak memiliki negara. Myanmar telah membatasi pergerakan mereka, dan memotong hak atas tanah, pendidikan, dan pelayanan publik mereka.

Selama dua tahun terakhir, gelombang Muslim etnis ini telah berusaha melarikan diri dengan perahu. Mereka rak tahan menghadapi penindasan sistematis oleh pemerintah Myanmar.

Pemerintah Myanmar menolak mengakui keberadaan mereka di Myanmar. Mereka mengatakan penduduk Rohingya bukan asli Myanmar. Pemerintah juga mengklasifikasikan Muslim Rohingya sebagai migran ilegal. Meskipun mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.

Redaktur: Djibril Muhammad
Reporter: Gita Amanda
Sumber: Press Tv

OKI Minta ASEAN Tekan Myanmar Soal Muslim Rohingya

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam (OKI), Ekmeleddin Ihsanoglu mengatakan, pihaknya sedang melakukan kontak dengan Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk upaya mengakhiri kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya di Myanmar.

"Kekerasan terhadap Muslim Myanmar harus segera dihentikan. Untuk itu OKI bekerja sama dengan ASEAN bagi misi tersebut," kata Ihsanoglo seusai bertemu dengan Presiden Mesir, Mohamed Moursi, di Kairo, Sabtu.

Menurut Sekjen OKI, situasi dan kondisi warga Muslimin di salah satu negara anggota ASEAN itu sedang menghadapi ketidakadilan dari warga mayoritas setempat. ASEAN beranggotakan 10 negara terdiri atas Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, dan Myanmar.

"ASEAN hendaknya melakukan aksi nyata menekan pemerintah Myanmar sebagai salah satu negara anggotanya untuk segera mengakhiri kekerasan itu," katanya.

Disebutkan, OKI sebelumnya telah mengirim delegasi ke Myanmar untuk upaya penyelesaian konflik etnis tersebut. Sekjen OKI menyerukan negara-negara Islam untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan kepada warga Muslim Myanmar.

"OKI sedang memobilisasi bantuan kemanusiaan kepada Muslim Myanmar, dan diharapkan negara-negara anggota dapat memberi bantuan serupa," katanya.

Pertemuan Sekjen OKI dan Kepala Negara Mesir itu merupakan pertama kali sejak Moursi terpilih sebagai presiden dalam pemilu bulan lalu. Dalam pertemuan itu, Ihsanoglu juga menyampaikan selamat kepada Presiden Moursi, kata Juru Bicara Presiden Mesir, Yasser Ali.

Menurut dia, kedua pemimpin dalam pertemuan itu membahas beberapa masalah internasional, regional Arab termasuk krisis Suriah.
Redaktur: Hazliansyah
Sumber: Antara/AFP

Indonesia Harus Bantu Muslim Rohingya

WartaAceh.com | Jakarta – Pemerintah Indonesia harus berperan aktif mengusut pembantaian umat Islam Rohingya di Myanmar. Indonesia sebagai bagian dari ASEAN tidak boleh diam menyaksikan tragedi kemanusiaan di Myanmar.
“Kita meminta pemerintah Indonesia melalui komunitas ASEAN menangani masalah ini,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin kepada wartawan, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/7/2012).
Politisi PDIP ini prihatin terhadap nasib muslim Rohingya yang dikejar-kejar dan dibunuh. Dia berharap komunitas internasional tidak tinggal diam dan segera menggalang aksi solidaritas untuk menghentikan kekerasan. Di saat yang sama PBB sebagai wadah komunitas negara di dunia juga mesti mendesak Pemerintah Myanmar menjelaskan peristiwa memilukan ini pada dunia internasional.
“PBB mesti mempertanyakan kenapa negara yang sedang menuju demokrasi seperti Myanmar mesti mengalami kekerasan kemanusiaan,” jelasnya.
Kepada masyarakat Indonesia, Hasanuddin mengimbau agar tidak terpancing isu SARA yang dapat memecah belah kehidupan berbangsa dan bernegara. Kekecewaan terhadap Pemerintah Myanmar dan keprihatinan terhadap nasib muslim Rohingya mesti disalurkan lewat jalur yang tepat.
“Kita punya saluran diplomatik. Penyelesaian kekerasan dengan kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah,” tukasnya.[]
Sumber: merdeka.com

Nasib Muslim Rohingya Tanggung Jawab Elite Myanmar

Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan mengatakan nasib malang kelompok minoritas etnis Rohingya di Myanmar menjadi tanggung jawab bersama pimpinan di negara  tersebut.

"Saya pikir itu adalah tanggung jawab kolektif pimpinan Myanmar untuk  menghadapi isu ini dan menjelaskannya pada komunitas ASEAN dan  internasional," ujar Surin kepada wartawan di Jakarta, Rabu (26/7).

Ia menyatakan hal itu seusai memberikan presentasi hasil pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) ke-45 kepada komunitas diplomatik dan media di Sekretariat ASEAN, Jakarta.

Hal ini dikatakannya menyusul ada kritik terhadap ikon demokratisasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, yang dianggap bungkam mengenai nasib malang kaum minoritas ini di Myanmar.

"Saya tidak bisa bicara atas nama dia dan saya bukan dalam posisi itu,  tapi yang bisa saya katakan adalah ini tanggungjawab bersama pimpinan  Myanmar," ujar Surin.

Amnesti Internasional melaporkan puluhan ribu kaum Muslim Rohingya  telah dibunuh, diperkosa dan terpaksa mengungsi setelah terjadi kerusuhan komunal di negara bagian Rakhine yang berbatasan dengan Bangladesh.

Surin mengatakan sikap Sekretariat ASEAN bergantung pada berbagai sumber  termasuk badan pengungsi PBB, UNHCR dan juga Bangladesh sebagai negara  tetangga Myanmar, untuk mendapatkan penjelasan tentang masalah ini.

Menurut Surin, pihaknya mendapat penjelasan dari Bangladesh saat ini diperkirakan ada 500 ribu pengungsi Rohingya yang melintas perbatasan kedua negara dan mengungsi di wilayah Bangladesh yang berbatasan dengan Myanmar.

Namun Surin mengatakan hal itu perlu diverifikasi ulang dan dia menyatakan harapannya untuk mendapatkan kerja sama dan dukungan penuh  karena isu ini 'sangat serius dan emosional' untuk ASEAN.

"ASEAN perlu menghadapi masalah ini apabila ASEAN akan menjadi komunitas  yang saling berbagi dan peduli. ASEAN perlu penjelasan lengkap mengenai  apa yang terjadi dan itu yang sedang kami cari," ujar Surin.

Penjelasan itu telah dimintanya kepada Menteri Luar Negeri Myanmar U Wunna Maung Lwin dan Menlu Bangladesh Dipu Moni di sela-sela rangkaian  pertemuan ASEAN di Phonm Penh awal bulan ini.

Surin mengatakan kedua negara diharapkan bisa menyampaikan penjelasan mereka mengenai nasib kaum minoritas Muslim Rohingya, yang tidak diakui sebagai warga di kedua negara tersebut, sebelum pertemuan menteri-menteri luar negeri ASEAN.

MUI Mengutuk Perlakuan Myanmar terhadap Muslim Rohingya

Metrotvnews.com, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengutuk keras tindakan kekerasan yang dilakukan aparatur Myanmar terhadap etnis Muslim Rohingya. MUI juga meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk membawa kasus pembantaian muslim Rohingya ke Dewan HAM PBB agar dapat ditindak-lanjuti.

Hal itu dikatakan Ketua Dewan Pimpinan MUI Maruf Amiiin dalam jumpa pers yang digelar di Jakarta, Rabu (25/7).

Menurut Maruf, tindakan Pemerintah Myanmar itu telah mematikan hak-hak kemanusiaan umat Rohingya, tidak dapat ditolerir atas nama apapun.

Klaim Presiden Myanmar Thak Sin yang menyatakan bahwa suku Rohingya bukan merupakan bagian dari negara Myanmar, juga dibantah oleh MUI.

Menurut Sekretaris Jendral MUI, suku Rohingya bagian dari negara Myanmar karena mereka sudah berada di sana sebelum Myanmar merdeka. Untuk itu MUI mendesak kepada Pemerintah Myanmar segera mengakui keberadaan etnis Rohingya sebagai warga negara Myanmar, dan memberikan hak yang sama seperti warga negara lainnya.

Perlu diketahui sejak kerusuhan di antara umat Buddha dan umat Muslim Rohingya pecah di Provinsi Rakhine, Pemerintah Myanmar mengambil sikap untuk mengintimidasi, mengusir, dan menyerang orang-orang Rohingya. Menurut data MUI, sudah 6.000 orang tewas akibat tindakan represif terhadap suku Rohingya.(Muhammad Rifki/DSY)
Sumber Metro

Amensty International : Pembantaian Minoritas Muslim Rohingya Berlanjut

Eramuslim.com | Media Islam Rujukan, Ibadah Ramadan tak bisa dilakukan dengan tenang oleh etnis Rohingya yang mayoritas muslim di Myanmar. Kekerasan komunal terus berlangsung di Myanmar barat, enam minggu setelah pemerintah mengumumkan keadaan darurat. Amnesty International mengklaim minoritas muslim Rohingya dipukuli, diperkosa, dan dibunuh.

Kelompok hak asasi ini menuduh pasukan keamanan dan etnis Buddha Rakhine melakukan serangan baru terhadap Rohingya yang dianggap sebagai orang asing oleh mayoritas etnis dan disangkal kewarganegaraannya oleh pemerintah karena menganggap mereka pemukim ilegal dari negara tetangga Bangladesh.

Setelah serangkaian pembunuhan sejak akhir Mei, pertempuran berdarah menyebar dengan cepat di banyak negara bagian Rakhine di pesisir Myanmar.

Pemerintah mengumumkan keadaan darurat pada tanggal 10 Juni, mengirim pasukan untuk memadamkan kerusuhan dan melindungi masjid dan biara-biara. Pihak berwenang mengatakan sedikitnya 78 orang tewas dan ribuan rumah milik kaum Budha dan muslim dibakar atau hancur.

Sejak itu, kekerasan komunal terus berlanjut, meskipun intensitasnya semakin berkurang. Amnesty mengatakan serangan itu sekarang diarahkan sebagian besar pada populasi Rohingya.

"Kekerasan dalam enam minggu terakhir ini menyasar umat Islam umumnya dan Rohingya secara khusus menjadi target dan korban," kata Benjamin Zawacki, seorang peneliti Amnesty International, mengatakan kepada Associated Press. "Kekerasan dilakukan baik oleh aparat maupun etnis Rakhine Buddha. Namun pasukan keamanan justru menutup mata dalam beberapa kasus."

Pejabat pemerintah Myanmar tidak bisa segera dihubungi untuk memberikan komentar. Amnesty juga mengatakan pasukan keamanan, termasuk polisi dan tentara, telah menahan ratusan orang Rohingya.

"Sementara pemulihan ketertiban, keamanan, dan perlindungan hak asasi manusia diperlukan, penangkapan tampaknya dilakukan sewenang-wenang dan diskriminatif, melanggar hak atas kebebasan dan kebebasan dari diskriminasi atas dasar agama," kata Amnesti dalam pernyataannya.

Kekerasan, yang mencapai titik paling berdarah pada bulan Juni, merupakan  pertumpahan darah sektarian dan menimbulkan kekhawatiran internasional mengenai nasib Rohingya di Burma.

Presiden Burma, Thein Sein, mengatakan awal bulan ini solusi untuk permusuhan etnis di negara bagian Rakhine adalah dengan mengirim Rohingya ke negara ketiga atau Badan Pengungsi PBB, UNHCR, menjaga mereka. Kepala UNHCR, Antonio Guterres, mengatakan, bagaimana pun, itu bukan tugas pihaknya untuk memukimkan kembali Rohingya.(fq/ap/tmp)

Muslim Rohingya Kelaparan

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kelompok relawan menyayangkan sikap Pemerintah Myanmar yang mempersulit pemberian bantuan internasional kepada etnis Muslim Rohingya. Pasalnya, puluhan ribu pengungsi etnis minoritas itu mulai dilanda kelaparan dan malnutrisi.

Parahnya, belum lama ini, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan adanya penangkapan sepuluh orang relawan ketika hendak menyalurkan bantuan kepada etnis Rohingya. Lima dari sepuluh relawan tersebut adalah staff PBB. Selain ditangkap, beberapa relawan tersebut juga diduga terancam dimejahijaukan.

Hingga kini, kejelasan nasib sepuluh relawan yang ditangkap tersebut belum diketahui. Sejak konflik antaretnis di Provinsi Rakhine meletus pada Juni lalu, sebagian besar relawan dievakuasi paksa oleh pemerintah setempat.

"Kami khawatir dengan tingkat malnutrisi yang sudah dan akan terus meningkat signifikan. Jika akses kemanusiaan tidak dijamin oleh pihak keamanan, tidak ada jalan lain untuk menghindar dari bencana kelaparan," kata Tarik Kadir dari Action Against Hunger seperti dikutip The Guardian, Selasa (17/7).

Tarik mengatakan, para staffnya dipaksa meninggalkan bagian utara provinsi Arakan, tempat sekitar 800 ribu Muslim Rohingya mengungsi. Selain kelaparan, ancaman penularan wabah penyakit juga semakin mengancam mengingat minimnya layanan medis di tempat pengungsian.

Sumber : Republika

Rohingya, Potret Buram Muslim Myanmar

REPUBLIKA.CO.ID,  "Kami meninggalkan Myanmar karena kami diperlakukan dengan kejam oleh militer. Umat Muslim di sana kalau tidak dibunuh, mereka disiksa," ujar seorang pengungsi, Nur Alam, seperti dikutip BBC, beberapa waktu lalu.

Nur bersama 129 Muslim Rohingya begitu umat Islam yang tinggal di utara Arakan, Myanmar, biasa disebut terpaksa harus meninggalkan tanah kelahirannya.

Ia bersama kawan-kawannya nekat melarikan diri dari Myanmar dengan menumpang perahu tradisional sepanjang 14 meter. Mereka berjejalan di atas perahu kayu dengan bekal seadanya. Akibat mesin perahu yang mereka tumpangi rusak, Muslim Rohingya pun harus rela terkatung-katung di lautan yang ganas.

Hingga akhirnya, mereka ditemukan nelayan Aceh dalam kondisi yang mengenaskan. Menurut Nur, mereka terombang-ambing ombak di lautan ganas selama 20 hari. Kami ingin pergi ke Indonesia, Malaysia, atau negara lain yang mau menerima kami, tutur Nur. Demi menyelamatkan diri dan akidah, mereka rela kelaparan dan kehausan di tengah lautan.

Begitulah potret buram kuam Muslim Rohingya yang tinggal di bagian utara Arakan atau negara bagian Rakhine. Kawasan yang dihuni umat Islam itu tercatat sebagai yang termiskin dan terisolasi dari negara Myanmar atau Burma. Daerah itu berbatasan dengan Bangladesh.

Sejak 1982, Undang-Undang Kewarganegaraan Burma tak mengakui Muslim Rohingya sebagai warga negara Myanmar. Pemerintah di negara itu hanya menganggap mereka sebagai imigran ilegal dari Bangladesh atau keturunannya. Terjebak dalam kondisi yang sangat tidak menguntungkan seperti itu, kaum Rohingya pun memilih untuk meninggalkan Myanmar.

Tak mudah bagi mereka untuk melepaskan diri dari negara yang dikuasai Junta Militer itu. Tak jarang mereka harus mengalami kekerasan dan penyiksaan oleh pihak keamanan. Setelah mereka keluar dari negara tersebut, mereka tidak diperkenankan untuk kembali.

Selain itu, umat muslim Rohingya seperti terpenjara di tempat kelahirannya sendiri. Mereka tidak bisa bebas bepergian ke mana pun. Meskipun hanya ingin ke kota tetangga saja, pihak militer selalu meminta surat resmi. Saat ini, sekitar 200 ribu Muslim Rohingnya terpaksa tinggal di kamp pengungsi seadanya di Bangladesh.

Sebagian besar dari mereka yang tidak tinggal di tempat pengungsian resmi memilih untuk pergi ke negara lain melalui jalur laut, terutama melalui Laut Andaman. Kemudian, pihak Pemerintah Thailand juga mengabarkan bahwa mereka telah menahan sebanyak 100 orang Rohingya beberapa waktu yang lalu.

Pemerintah negeri Gajah Putih itu menolak menerima mereka sebagai pengungsi. Untuk mengatasi masalah ini, PBB sudah bergerak melalui salah satu organisasinya yang mengurusi pengungsi, UNHCR.

                                                                          ***

Populasi Muslim Rohingya di Myanmar tercatat sekitar 4,0 persen atau hanya sekitar 1,7 juta jiwa dari total jumlah penduduk negara tersebut yang mencapai 42,7 juta jiwa. Jumlah ini menurun drastis dari catatan pada dokumen Images Asia: Report On The Situation For Muslims In Burma pada Mei tahun 1997. Dalam laporan tersebut, jumlah umat Muslim di Burma mendekati angka 7 juta jiwa.

Mereka kebanyakan datang dari India pada masa kolonial Inggris di Myanmar. Sepeninggal Inggris, gerakan antikolonialisasi di Burma berusaha menyingkirkan orang-orang dari etnis India itu, termasuk mereka yang memeluk agama Islam. Bahkan, umat Muslim di Burma sering sekali menjadi korban diskriminasi.

Pada tahun 1978 dan 1991, pihak militer Burma meluncurkan operasi khusus untuk melenyapkan pimpinan umat Islam di Arakan. Operasi tersebut memicu terjadinya eksodus besar-besaran dari kaum Rohingya ke Bangladesh. Dalam operasi khusus itu, militer tak segan-segan menggunakan kekerasan yang cenderung melanggar hak asasi manusia.

Selain itu, State Law and Order Restoration Council (SLORC) yang merupakan rezim baru di Myanmar selalu berusaha untuk memicu adanya konflik rasial dan agama. Tujuannya untuk memecah belah populasi sehingga rezim tersebut tetap bisa menguasai ranah politik dan ekonomi.

Pada 1988, SLORC memprovokasi terjadinya pergolakan anti-Muslim di Taunggyi dan Prome. Lalu, pada Mei 1996, karya tulis bernada anti-Muslim yang diyakini ditulis oleh SLORC tersebar di empat kota di negara bagian Shan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kekerasan terhadap kaum Muslim.

Kemudian, pada September 1996, SLORC menghancurkan masjid berusia 600 tahun di negara bagian Arakan dan menggunakan reruntuhannnya untuk mengaspal jalan yang menghubungkan markas militer baru daerah tersebut. Sepanjang Februari hingga Maret 1997, SLORC juga memprovokasi terjadinya gerakan anti-Muslim di negara bagian Karen.

Sejumlah masjid dihancurkan, Alquran dirobek dan dibakar. Umat Islam di negara bagian itu terpaksa harus mengungsi. Burma Digest juga mencatat, pada tahun 2005, telah muncul perintah bahwa anak-anak Muslim yang lahir di Sittwe, negara bagian Rakhine (Arakan) tidak boleh mendapatkan akta kelahiran.

Hasilnya, hingga saat ini banyak anak-anak yang tidak mempunyai akta lahir. Selain itu, National Registration Cards (NRC) atau kartu penduduk di negara Myanmar sudah tidak diberikan lagi kepada mereka yang memeluk agama Islam.

                                                                           ***

Mereka yang sangat membutuhkan NRC harus rela mencantumkan agama Buddha pada kolom agama mereka.

Bahkan, Pemerintah Myanmar sengaja membuat kartu penduduk khusus untuk umat Muslim yang tujuannya untuk membedakan dengan kelas masyarakat yang lain. Umat Muslim dijadikan warga negara kelas tiga. Umat Islam di negera itu juga merasakan diskriminasi di bidang pekerjaan dan pendidikan.

Umat Islam yang tidak mengganti agamanya tak akan bisa mendapatkan akses untuk menjadi tentara ataupun pegawai negeri.  Tak hanya itu, istri mereka pun harus berpindah agama jika ingin mendapat pekerjaan.

Pada Juni 2005, pemerintah memaksa seorang guru Muslim menutup sekolah swastanya meskipun sekolah itu hanya mengajarkan kurikulum standar, seperti halnya sekolah negeri, pemerintah tetap menutup sekolah itu.

Sekolah swasta itu dituding mengajak murid-muridnya untuk masuk Islam hanya karena sekolah itu menyediakan pendidikan gratis. Selain itu, pemerintah juga pernah menangkap ulama Muslim di Kota Dagon Selatan hanya karena membuka kursus Alquran bagi anak-anak Muslim di rumahnya. Begitulah nasib Muslim Rohingya.

Nasib buruk yang dialami Muslim Rohingya mulai mendapat perhatian dari Organisasi Konferensi Islam (OKI). Kantor berita Islam, IINA, pada 1 Juni 2011, melaporkan, Sekretariat Jenderal OKI yang bermarkas di Jeddah telah menggelar sebuah pertemuan dengan para pemimpin senior Rohingya. Tujuannya, agar Muslim Rohingya bisa hidup damai, sejahtera, dan memiliki masa depan yang lebih baik.

Dalam pertemuan itu, para pemimpin senior Rohingya bersepakat untuk bekerja sama dan bersatu di bawah sebuah badan koordinasi. Lewat badan koordiansi itulah, OKI mendukung perjuangan Muslim Rohingya untuk merebut dan mendapatkan hak-haknya.
Pertemuan itu telah melahirkan Arakan Rohingya Union (ARU) atau Persatuan Rohingya Arakan. Lewat organisasi itu, Muslim Rohingya akan menempuh jalur politik untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami Muslim Rohingya. Semoga.
Redaktur: Heri Ruslan
Sumber Republika